Oleh : Khalifaturrahman
Era kemajuan teknologi saat ini sangatlah pesat. Arus informasi begitu lancar, bahkan kejadian yang terjadi di suatu Negara akan dapat dengan cepat sampai ke Negara lain yang letaknya jauh melewati benua dan lautan.


Berkembangnya arus informasi ini sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, bahkan menentukan kelangsungan hidup manusia di muka bumi. Seorang pakar informasi pernah mengatakan, “ barang siapa menguasai informasi, maka dia akan menguasai dunia”. Kiranya ungkapan ini tidaklah berlebihan, manakala sebuah informasi yang didapatkan dikelola dengan baik, maka informasi tersebut dapat menjadi langkah awal dalam suatu proses pencapaian tujuan. Pengelolaan dan pemanfaatan informasi atau berita secara tepat dapat menentukan langkah keberhasilan atau kemenangan.

Kita dapat melihat contoh nyata dari sirah perang badar. Manakala Rasulullah Saw bersama para sahabat beliau berhasil mendapatkan berita dari para pedagang yang melintas di daerah antara madinah dan badar, mereka segera dapat mengetahui keberadaan para pasukan kafir quraisy, sehingga Rasulullah Saw beserta para sahabat dapat menentukan strategi yang tepat untuk menghadapi mereka.

Informasi dan berita yang tersampaikan pun bisa membawa kemudharatan dan keburukan, manakala informasi ini tidak dikelola dengan cara yang baik dan tidak dengan tujuan yang baik. Sebagai seorang muslim, Allah SWT dan Rasul-Nya telah mencontohkan bagaimana cara mengelola suatu berita atau informasi, sehingga dapat bermanfaat dan tidak menimpakan suatu keburukan dalam kehidupan ini.

Muslim dapat berkaca pada kejadian masa lampau, manakala fitnah telah menimpa istri Rasulullah Saw, Siti Aisyah ra, dengan tuduhan telah selingkuh. Saat itu dalam perjalanan pulang dari peperangan Bani Musthaliq, Siti Aisyah ra tertinggal di belakang dari rombongan Rasulullah Saw dan akhirnya bertemu dengan sahabat Rasulullah yang bernama Shafwan bin Mu’athal ra. Sahabat ini akhirnya menemani perjalanan pulang Siti Aisyah dengan maksud untuk melindungi beliau. Sesampainya mereka di tempat, kaum munafik termasuk Abdullah bin Ubay bin Salul malah menyebarkan berita bohong bahwa istri nabi, Siti Aisyah ra telah selingkuh dengan Shafwan ra, sehingga berita ini dengan cepat menyebar ke kalangan muslim dan menyebabkan Rasulullah saw gelisah dan beberapa saat tidak menegur istrinya, hingga datang pembelaan langsung dari Allah SWT. Kejadian ini dikenal dengan peristiwa Hadistul Ifki, dan dapat dilihat pada surat An-Nuur (24) : 11-21.

Begitu besar keburukan dan kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh suatu berita yang tidak akurat, begitu banyak kemudharatan dan kedzaliman yang akan menimpa suatu kaum dikarenakan berita yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Oleh sebab itu, agama Islam ini telah mengajarkan kepada kita untuk dapat mengelola berita atau informasi secara bijaksana sesuai dengan Allah SWT syariatkan dan Rasulullah saw contohkan, yaitu :

1. Berbaik sangka atau Husnudzan

Apabila kita mendapatkan berita ataupun informasi yang buruk tentang saudara muslim kita, maka yang pertama kali harus kita kedepankan adalah membangun prasangka baik kita kepadanya (husnudzan). Boleh jadi bahwa berita buruk yang sampai ke telinga kita adalah berita fitnah dan jauh dari kebenaran, dan boleh jadi berita tersebut adalah benar adanya tetapi juga jauh dari keakuratan. Sehingga alangkah bijaksananya jika kita tidak mempercayai begitu saja berita yang kita dengar tentang saudara muslim kita lainnya apalagi jika berita tersebut disampaikan oleh seorang munafik dan kafir. Allah SWT berfirman di awal surat Al-Hujurat ayat 12 :
يا أيها الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa..” (Qs.49 : 12)

Abu Hurairah ra pernah menyampaikan sebuah hadist Rasulullah Saw yang berbunyi :
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهَ إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمْ، الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا، التَّقْوَى ههُنَا -يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ، إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan) karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini.” Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. “Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan kalian.” (HR. ِAl-Bukhari No. 6066 dan Muslim No. 6482)

2. Melakukan tabayyun (meneliti kebenaran suatu berita)

Allah SWT firmannya di surat Al-Hujurat ayat 6 :
يا أيها الذين آمنوا إن جاءكم فاسق بنبأ فتبينوا أن تصيبوا قوما بجهالة فتصبحوا
على ما فعلتم نادمين
“Wahai orang-orang yang beriman !, jika seorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu” (Qs. 49 : 6)
Allah SWT mengajarkan kita untuk melakukan tabayyun atau memeriksa kembali dengan seksama terhadap berita yang kita terima, baik dari seorang muslim, lebih-lebih jika kita terima dari seorang kafir.
Hal ini kita lakukan agar kita tidak terjebak fitnah yang dilontarkan oleh orang-orang yang fasik, yang menginginkan tersebarnya keburukan orang lain. Kita harus berlaku adil terhadap sesama muslim, bahkan keadilan terhadap berita yang menceritakan tentang dirinya yang tersampaikan kepada kita. Melakukan tabayyun lebih baik dilakukan terhadap kedua pihak, terhadap objek yang diberitakan maupun kepada pembawa berita ataupun pihak yang disengketakan, sehingga kita bisa mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang.
Dengan begini, kita bisa menjaga diri dari berpikiran buruk atau su’udzan terhadap saudara muslim kita lainnya, dan kita juga terhindar menjadi penyebar berita buruk yang mengada-ada tentang saudara muslim kita tersebut.
Dalam sebuah hadits, Sahabat Abi Hurairah ra berkata, bahwa Nabi saw telah bersabda:“Barangsiapa menutur kejelekan seseorang dengan mengada-ada dalam rangka menghina dan meremehkannya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam siksa neraka sehingga dia bisa membuktikan apa yang dikatakannya itu.” (HR. Thabrani).

3. Tidak menyebarkan berita keburukan saudara muslim yang lain

Jika berita keburukan saudara kita telah sampai kepada kita, hendaknyalah sebisa mungkin kita menahan diri untuk tidak turut andil dalam menyebarkan keburukan saudara muslim kita itu, kecuali dengan pertimbangan bahwa keburukan yang dilakukan oleh saudara kita dapat mengakibatkan keburukan bagi kaum yang lain.
Kita harus senantiasa menjaga lisan ini, untuk digunakan sesuai dengan yang Allah ridhai, bukan malah menjadi alasan untuk lebih menjerumuskan kita kedalam neraka, sebab Rasulullah SAW bersabda :
أكثر ما يدخل الناس النار الفم والفرج) رواه الترمذي وابن حبان في صحيحه
“Yang paling banyak menjerumuskan manusia ke-dalam neraka adalah mulut dan kemaluan” (H.R. Turmudzi dan dia berkata hadits ini shahih.)
Perbuatan ikut menyebarkan keburukan orang lain yang terucap oleh lisan dan mulut kita, manakala berita itu benar, maka jatuhnya adalah melakukan ghibah, dan manakalah berita itu salah maka kita terjerumus melakukan fitnah terhadap saudara kita sendiri, hingga sudah sepantasnyalah jika neraka sebagai balasannya.
Allah SWT sendiri telah mengingatkan kita dalam surat Al-Hujurat ayat 12, bahwa kita ibarat memakan daging saudara kita yang telah mati, jika kita melakukan fitnah terhadap saudara kita, na’udzubillahi mindzalik.
يا أيها الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم
ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه
واتقوا الله إن الله تواب رحيم
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang” (Qs.49 : 12)
Rasulullah Saw juga bersabda :
لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“ Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat, Allah juga akan menutup aibnya” (HR. Muslim No.6537)
..وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ،..
“..Siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat..” (HR. Muslim)
Semoga Allah SWT menjaga lisan-lisan ini untuk senantiasa basah oleh dzikrullah dan meng-Agungkan Asma Allah SWT.

4. Mengingatkan kesalahan dan membantunya

Manusia adalah makhluq Allah yang lemah yang Allah ciptakan bersama dengan Nafsu yang menyertainya. Jama’ah manusia bukanlah jama’ah Malaikat, yang diciptakan-Nya tanpa mempunyai nafsu dan terhindar dari kesalahan karena kepatuhan dan ketundukkannya kepada Allah SWT. Hingga suatu keniscayaan bahwa manusia akan melakukan kesalahan dan kekhilafan dalam kehidupannya. Sudah menjadi tugas seorang muslim untuk saling mengingatkan kesalahan saudaranya dan membantunya untuk memperbaikinya. Saling mengisi kekurangannya, dan saling memperkuat kelebihannya. Akan indah kehidupan ini, jika kaum muslimin bisa hidup saling membantu dan memberi manfaat, bukan saling menyebarkan keburukan dan menjatuhkan.
Rasulullah saw bersabda : “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat kepada manusia (lain)”. (Hadist Hasan, diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah ra).
Rasulullah Saw juga bersabda :
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، …
“Siapa yang melepaskan dari seorang mukmin suatu kesusahan yang sangat dari kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan di hari kiamat..” (HR. Muslim no.2699)

5. Mendo'akan bagi kebaikan saudara muslim lainnya

Akhirnya setelah kita mengetahui kejelasan berita secara akurat tentang saudara muslim kita lainnya, lalu kita bersabar dengan tidak menyebarkan keburukannya dan ikut andil dalam nasehat mengingatkan kesalahannya, maka hal terakhir yang bisa dilakukan oleh seorang mukmin adalah mendo’akan bagi kebaikannya.

Mendo’akan bagi kebaikan saudara muslim yang lain adalah salah satu bentuk kepedulian dan kecintaan kita pada saudara kita dalam wujud amalan yang paling sederhana, manakala kita tidak bisa ikut membantu menyelesaikan beban dan masalah yang menimpanya, maka hendaknyalah dalam setiap sujud sholat kita, dalam setiap keheningan malam munajat kita pada Sang Maha Kuasa, kita sertakan nama saudara kita dalam untaian kata penuh harap kepada Sang Maha Penyayang. Kita do’akan kebaikan saudara kita sebagaimana kita berdo’a untuk kebaikan kita diri kita sendiri.
Rasulullah Saw bersabda, “do’anya seorang saudara muslim untuk saudaranya muslim yang lain tanpa sepengetahuannya adalah tidak ditolak”. (HR. Al Bazzar, dengan sanad Shahih).
Itulah sebagai wujud rasa cinta kita kepada saudara kita yang lainnya, mendo’akan kebaikan saudara muslim tanpa diminta, dan tanpa sepengetahuannya. Wujud cinta yang merupakan buah manis dari keimanan kita kepada Allah SWT, hingga kita dapat mencintai saudara kita sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri, sehingga kita mendo’akan yang terbaik bagi saudara kita sebagaimana kita berharap Allah memberikan yang terbaik bagi kehidupan kita pribadi

* Jika sepi jangan merasa sendiri, ada Allah yang selalu mengawasi

* Jika sedih jangan pendam di dalam hati, ada Allah tempat berbagi

* Jika susah jangan menjadi pilu, ada Allah tempat mengadu

* Jika gagal jangan putus asa, ada Allah tempat meminta

* Jika Bahagia jangan menjadi lupa, ada Allah tempat memuja *


Dikirim oleh Edy Hartulistiyoso