Saturday, February 26, 2011

Percantik Diri dengan Kosmetika Muslimah Sejati

Oleh : Elly Romdliyana

Saudariku, sudahkah kita bersyukur dilahirkan menjadi seorang wanita? Yang banyak diidentikkan dengan keindahan, kecantikan, kelemah-lembutan, kehalusan pekerti, dan kasih sayang.

Sudahkah kita bersyukur dilahirkan menjadi seorang muslimah? Seorang wanita yang di dadanya telah dicap keimanan, di lisannya telah terucap kalimah tauhid dan Allah telah memilihkan Islam sebagai way of life baginya.


Kondisi kaum wanita sebelum dan sesudah kedatangan Islam
Tidak ada salahnya jika kita sejenak menengok ke belakang, melihat kondisi wanita pada peradaban sebelum Islam hadir. Pada peradaban Yunani kuno misalnya. Seperti yang banyak dikisahkan di berbagai buku sejarah yang ada, pada waktu itu, kaum wanita tidak memiliki hak sipil dan politik yang sama dengan kaum pria. Bahkan wanita juga dipandang rendah dan boleh diperdagangkan, seperti budak. Eric W. Robinson (2004) dalam bukunya Ancient Greek democracy: readings and sources menyebutkan bahwa “Slaves, like women, were not eligible for full citizenship in ancient Athens, though in rare circumstances they could become citizens if freed. The only permanent barrier to citizenship, and hence full political and civil rights, in ancient Athens was gender. No women ever acquired citizenship in ancient Athens, and therefore women were excluded in principle and practice from ancient Athenian democracy..” Di masa Romawi kuno pun kondisi wanita tidak jauh berbeda. Kaum wanita tunduk pada “penguasanya” (ayah atau suaminya). Penguasanya ini pun berkuasa secara mutlak atas dirinya, tanpa ada undang-undang yang membela hak-hak pribadi wanita. Sebagaimana juga dikisahkan dalam Al Qur’an, Surat An Nahl (16) ayat 57-60, pada zaman Jahiliyah di Arab sebelum kedatangan Islam, wanita juga dianggap rendah. Mereka menganggap bahwa kelahiran seorang anak perempuan adalah kabar buruk bagi keluarganya, yang membuat mereka sangat malu dan marah. Sehingga mereka pun “menghalalkan” tradisi mengubur hidup-hidup bayi perempuan mereka. Naudzu billahi min dzalik.

Apa yang terjadi setelah Islam datang? Subhanalloh… Kehadiran Islam telah membuat suatu perubahan besar, khususnya tentang kedudukan wanita. Wanita dan pria memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah , hanya tingkat ketakwaannya yang membedakan. Sebagaimana dalam Al Qur'an, surat Al Hujurat (49) ayat 13, yang artinya : ” Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sungguh, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” Rasulullah SAW sebagai sosok manusia pilihan Allah, juga sangat memuliakan wanita. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Seorang lelaki pernah mendatangi Rasulullah, lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Lelaki itu bertanya (lagi), ‘Kemudian siapa lagi?’ Lelaki itu menjawab, ‘Bapakmu.’.” (HR. Bukhari dan Muslim) Rasulullah SAW sangat menghormati kaum wanita, sebagaimana Islam juga menilai wanita sholehah sebagai perhiasan dunia yang paling indah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia ialah wanita yang solehah.” (HR Muslim)

Kosmetika muslimah sejati
Sudah menjadi fitrah manusia (wanita) untuk tampil dan dipandang ”cantik”. Kecantikan adalah sesuatu yang indah dipandang, meski mungkin penilaiannya sangatlah subyektif. Allah sendiri adalah Dzat yang Maha Indah dan menyukai keindahan / kecantikan. ”Allahu Jamal, wa yuhibbu jamil” (HR. Thabrani). Oleh karena itu, manusia sendiri harus berusaha meletakkan kecantikan pada dirinya. Islam sangat menekankan kecantikan yang lahir dari sifat-sifat yang baik, yang dibentuk meliputi segala aspek luar dan dalam. Aspek yang paling berharga bagi seorang muslimah sejati ialah kecantikan akhlak atau budi pekerti. Akhlak kepada Allah dan akhlak kepada sesama manusia. Sebagaimana setiap kita bercermin, kita dianjurkan untuk berdo’a : ”Alhamdulillah, Allohumma kama hassanta kholqi fahassin khuluqi”, yang artinya : ”Segala puji hanya bagi Allah, ya Allah, sebagaimana Kau jadikan bagusnya penciptaanku maka baguskanlah akhlak-ku”. Itulah untaian pengharapan kita, agar memiliki kecantikan luar dan dalam.

Menjadi seorang muslimah adalah sebuah nikmat yang hendaknya disyukuri agar berbuah kenikmatan yang lain. Salah satu caranya adalah dengan ”mempercantik diri dengan kosmetika muslimah sejati”. So, bagaimana kita bisa berhias dengan kosmetika muslimah sejati? Resep “kecantikan” seorang muslimah yang telah Allah sampaikan dalam Al Qur’an juga melalui sabda Rasulullah SAW, meliputi :
  • Menjadikan jilbab Islami sebagai hiasan “mahkota” indahnya
  • Menjadikan ghodul bashar (menundukkan pandangan) sebagai celak matanya
  • Menjadikan kalimat thoyyibah dan kesantunan berbicara sebagai lipstick-nya
  • Menjadikan rasa malu sebagai bedak wajahnya
  • Menjadikan air wudlu sebagai pembersih mukanya
  • Menjadikan gelang sedekah dan cincin ukhuwah Islamiyah sebagai hiasan tangannya
  • Menjadikan keikhlasan dan kesabaran sebagai pembersih hatinya
  • Menjadikan taqwa sebagai pakaiannya
  • Menjadikan akhlaqul karimah (akhlak yang mulia) sebagai selendangnya
  • Menjadikan Qur’an dan As Sunnah sebagai pegangan hidupnya
  • Menjadikan fikr dan dzikr (berfikir dan mengingat Allah) sebagai kesukaannya
  • Menjadikan ridla Allah sebagai tujuan hidupnya

    Dan mungkin masih banyak lagi “resep” yang bisa kita gali dengan terus mengkaji Al Qur’an dan As Sunnah.

    Demikianlah, semoga kita diberikan kemudahan untuk menjadi seorang muslimah yang “cantik” dengan kosmetika muslimah sejati dan semoga Allah senantiasa membimbing langkah kita menuju ridlo-Nya. Amin ya robbal ‘alamin. (Dirangkum dari berbagai sumber)
    Wallohu a’lam bish showab.

No comments:

Post a Comment